JAKARTA – Sekelompok aktivis antikorupsi yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Anti Koruptor (Garantor), kembali berunjukrasa ke Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kantor Kejaksaan Agung, Jumat (6/1). Mereka menagih progres penegakan hukum terhadap dua anggota DPR RI berinisial AS dan AA yang beberapa sebelumnya mereka laporkan.
"Sudah saatnya KPK dan Kejaksaan Agung untuk memanggil, memeriksa AS dan AA. Jangan ada yang terkesan kebal hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, ” ujar Koordinator Aksi Miftahudin dalam orasinya.
Mendapat pengawalan cukup ketat dari aparat kepolisian, para pendemo melakukan aksinya dengan tertib dan tanpa aksi anarkhis. Para pendemo dalam aksinya sebagian mengenakan topeng wajah dari kedua orang anggota DPR yang mereka libatkan.
Menaggunakan pengeras suara, dalam orasinya Miftahuddin dkk menduga AS terlibat praktik bisnis ilegal berupa jual beli BBM bersubsidi. Selain itu, tambah Miftahudin, dia menuding AS juga diduga memasukkan barang mewah dari luar negeri tanpa melalui sistem atau mekanisme yang ditetapkan pemerintah.
Tak hanya itu, Miftahudin juga meminta KPK tidak menutup mata dengan dugaan keterlibatan AS terkait kasus dugaan korupsi di Badan Keamanan Laut (BAKAMLA).
Sementara untuk kasus yang menyeret nama AA, Miftahudin mengaitkannya atas dugaan keterlibatan dalam kejahatan penambangan ilegal yang telah merugikan aset negara dan melanggar ketentuan perundangan UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo UU nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU nomor 31 tahun 1999.
Baca juga:
Arisan Online Berkedok Investasi
|
Dijelaskannya, kegiatan penambangan diduga ilegal dimaksud berada di Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah. Persisnya di lokasi Blok Bahodopi Utara - - eks PT. VL yang berdasarkan Kepmen ESDM No. 1802K/30/MEM/2018 tanggal 23 April 2018 merupakan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) milik PT. AT dengan perusahaan daerah setempat (Pemrov Sulawesi Tengah, Pemkab Morowali), dan menjadi pengelolaan swasta.
"Informasi dari pihak berwenang, PT. VL berstatus kontrak karya sejak tahun 1968 s/d 2015. Namun kontrak karyanya telah berakhir tahun 2015 dan tidak ada perpanjangan. IUP-nya pun telah dicabut oleh Bupati Morowali 2013-2018. Namun beberapa tahun terakhir terlihat adanya kegiatan diduga ilegal di eks lokasi PT. VL, yakni di Blok tiga dan empat yang berdampak langsung pada warga dan perkampungan sekitar, " bebernya.
"Kami meminta agar KPK untuk segera memproses laporan pengaduan kami. Selanjutnya segera panggil, periksa AS dan AA untuk mengusut tuntas kasus yang dilaporkan tersebut tanpa pandang bulu, " tegasnya.
Sementara sampai berita ini diturunkan, masih belum diperoleh konfirmasi atau jawaban resmi dari kedua oknum anggota DPR RI yang dipersoalkan para aktivis Garantor.(St.permato)