BOGOR - Saya dengar video di medsos tentang wawancara-dialog pada siaran radio Idola Semarang terkait bunyi SK Permenpan RB RI Nomor 1 tahun 2023 yang dishare di WAG Dewan Pakar ICMI. Saya tertarik untuk berkomentar, dan bersikap menolak SK tersebut dengan menarasikan beberapa alasan (argumentasi) .
PermenpanRB RI nomor 1/2023 tersebut telah membuat kebijakan, tetapi tidak bijak, konyol dan mereka tidak paham tupoksi Dosen menurut UU nomor 14 thn 2005 tentang Guru dan Dosen. Bahwa Dosen itu tergolong kaum profesional pendidik dalam menyelesaikan tugas dan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi (PT) bukan tenaga administratur yang bertugas menyiapkan laporan berikut dengan bukti-bukti (fakta, pernik-pernik) teknisnya pelaksanaan Tri Dharma PT itu sendiri yaitu tupoksi (1) Pendidikan dan Pengajaran, (2) Penelitian dan Publikasi Ilmiah (jurnal nasuonal atau internsional spt Scopus etc) dan (3) Pengabdian pada Masyarakat.
Tampak sekali kekonyolan bunyi pasal-pasal pada SK MenpanRB itu. Jika itu diberlakukan dosen sekarang sangat disibukan dengan hal-hal atau pekerjaan yang tidak substansial, dan membuang-buang waktu percuma. Bunyi SK agak tragis dan seram-mengancam, antara lain jika Dosen tidak memberikan laporan pekerjaannya tidak dilampirkan bukti-bukti, laporan tidak diakui atau tidak syah, sehinggga diberi sangsi tunjangan sertifikasi dosennya tidak dikeluarkan dan bahkan diancam dicabut. Padahal tunjangan sertifikasi dosen itu nilainya tidak seberapa, tidak mencukupi biaya hidup sebulan. Tetapi bagi Dosen PT di Indonesia banyak berstatus nasib guru (dosen) "Umar Bakri', yang hidup sangat sederhana seperti lagu yang didendangkan oleh seniman tersohor dengan kritik-kritik sosialnya Om Iwan Fals, maka tunjangan sertifikasi Dosen yang bernilai tidak seberapa itu, sangat ditunggu-tunggu, dibutuhkan dan diharapkan sekali oleh keluarga Dosen sebagai penyambung hidupnya ditengah-tengah barang-barang kebutuhan pokok yang harganya terus melambung. Sayang dan sialnya nasib Dosen beserta keluarnya, jika tidak menyerahkan laporan lengkap, maka tunjangan profesi dosen hilang.
Saya beberapa hari lalu, sempat membaca artikel di HU Kompas, yang berjudul. "Buruh Dosen", tulisan ini merupakan suatu bentuk protes, pemberontakan nalar yang sangat cerdas atas reaksi munculnya SK PermenpanRB RI nomor 1 thn 2023 tersebut.
Dengan aturan MenpanRB RI yang betul-betul konyol tersebut, maka berani saya katakan bahwa akan berdampak negatif atau buruk terhadap kinerja pendidikan tinggi di Indonesia ditinjau dalam berbagai hal dan perspektif, diantaranya adalah mereka termasuk sumberdaya (sdm) yang berkualitas, terdidik-terpelajar dan memiliki keahlian/ kompetensi dan kapabel yang sudah bergelar akademik Magister dan Doktor akan enggan (tidak berminat) menjadi Dosen di kampus-kampus PT di Indonesia.
Apabila sikap keengganan ini terjadi, maka mutu lulusan PT akan semakin turun, anjlok alias terjun bebas ke titik nadhir. Astaghfirullahalaziem... kasihan nasib anak cucu kita. Mereka nanti setamat PT, selanjutnya masuk ke dunia kerja, barangtentu tidak akan mampu bersaing dalam memperebutkan lapangan kerja yang bernilai penting dan strategis pada level atas (top leader) kecuali pada level rendahan sebagai buruh kasar (follower) karena pendidikan tidak berkualitas sebagai akibat para dosen yang disibukan urusan administrasi LKD dan BKD.
Siap-siap bangsa ini beberapa dasa warsa mendatang tenaga kerja asing dan aseng akan menyerbu Indonesia. Mereka bekerja dalam sejumlah sektor, terutama untuk mengelola sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang kaya raya ini spt telekomunikasi dan industri digital (itc), transfortasi, pertambangan, industri, perdagangan, pariwisata dan lain-lain. Artinya kekalahan bersaing anak bangsa sendiri dalam bekerja ini merupakan bukti gagal pemerintah karena negara tidak hadir dan bahkan justru menghambat kemajuan dunia pendidikan tinggi nasional kita seperti dampak keluarnya Permenpan RB ini.
Menurut saya AA, MPP ICMI harus proaktif melakukan kajian-kajian/seminar-webinar guna mendiskusikan dan merumuskan rekomendasi yang bersifat korektif terhadap SK PerMenpanRB RI yang sesat dan menyesatkan tersebut.
Menyesatkan maksudnya terlalu banyak dampak negatif terhadap kinerja dosen dan ekosistem perguruan tinggi di tanah air, yang seharusnya Dosen profesional itu produktif menghasilkan karya-karya besar yang kreatif dan inovatif serta menjaga mutu pembelajaran, kuliah offline di ruang kuliah dan atau online-virtual di laptop serta membimbing mahasiswanya untuk membangun masyarakat bangsa dan negara RI yang maju dan beradab.
Dengan terbitnya SK PermenpanRB itu, kini waktunya Dosen sebagai kaum profesional pendidik diseret ke area tugas-tugas teknis administratif yang memberatkan dan ribet serta "njelimet" alias kontraproduktif.
Baca juga:
Anomali Suran Edaran Kemendagri
|
Padahal kerja-kerja adminstratif ini jika memang dibutuhkan cukup dilimpahkan dan diselesaikan ke dan di devisi SDM atau HRD Universitas yang bersangkutan atau cukup pada level tugas managemen Tata Usaha Fakultas, dimana unit kerja (homebased) Dosen itu bekerja, yang biayanya tentu disubsidi dari APBN/APBD-Pemerintahan.
Mengapa pula SK itu sesat ? karena si pembuat kebijakannya tidak paham tingkatan atau level kwalifikasi kompetensi Dosen sebagai lulusan magister (S2) dan doktor (S3) dan bahkan guru besar (golongan kepangkatan fungsional IV C keatas). Pada kenyataannya semakin berumur Dosen tersebut yakni Dosen Lansia, berkecenderungan semakin sukar bekerja di komputer (laptop), entry data berbasis digital karena faktor usia gagap teknologi (gatek), dan muncul kejenuhan bekerja teknis administratif. Padahal mereka yang telah memasuki umur lansia itu pada umumnya sudah termasuk pada kategori sangat tinggi berada rata-rata pada level Q7, Q8-10 berdasakan SK Menaker RI tantang Standar Kompetensi Nasional (SKN), bukan administratur kategori lulusan SMP, SMK dan SMA (tergolong Q3-5). Oleh SK PermenpanRB RI kenyataannya Kini disamakan, ini bukti atau fakta kegagalan pemerintah (government failure) dalam merumuskan dan membuat kebijakan publik yang tidak berdasarkan knowledge based science, ..konyol. Hal ini dapat kita nilai bahwa orang-orang yang bekerja di birokrasi Pemerintahan ini telah gagal paham tentang pengertian, status dan tugas serta kewenangan dosen sebagai tenaga pendidik profesional menurut Peraturan dan Perundang-undangan yang berlaku di negeri ini.
Simpulannya SK PermenpanRB RI betul-betul konyol dan menghambat capaian pendidikan tinggi yang bermutu dan siap bersaing di pasar kerja nasional dan global.
Kita sebagai kaum intelektuil, cendekiawan muslim se Indonesia sudah saatnya atau seharusnya terpanggil segera mengoreksinya, proaktif bersikap dan berpendapat untuk membuat sebuah Rekomendasi, guna disampaikan kepada pihak-pihak yang berwenang atau jika perlu membuat petisi/protes penolakan terhadap SK Menpan RB RI tersebut, dan atau mengajukan Yuridis Review ke Mahkamah Konstitusi RI untuk dibatalkan karena PermenpanRB itu berbahaya, merusak tatanan akademik PT.
Penulis: Dr. Ir H Apendi Arsyad. MSi (Pendiri-Wasek Wankar ICMI Pusat dan Ketua Wanhat ICMI Orwilsus Bogor. Konsultan K/L negara, Pegiat dan Pengamat Sosial)